Fritz: Pemilu 2024, Harus Ada Perbaikan Wewenang dalam Penanganan Pelanggaran Administrasi
|
JAKARTA - Menghadapi Pemilu serentak 2024 yang rencananya diikuti pelaksanaan pilkada, Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menilai harus ada perbaikan kewenangan Bawaslu berdasarkan undang-undang pemilu dan pilkada terkait penanganan pelanggaran administrasi yang berbeda. Hal tersebiut disampaikan Fritz, saat menjadi pembicara dalam Webinar Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Jakarta, Rabu (3/3/2021).
Fritz menyatakan yang harus diperbaiki yaitu terkait durasi waktu penanganan pelanggaran. Seperti yang diketahui, kata dia, dalam Pasal 134 ayat (5) UU Pemilihan menyebutkan dalam hal laporan pelanggaran pemilihan sebagimana dimaksud ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu Provinsi hingga tingkat TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima.
Lebih lanjut menurutnya, durasi berbeda tertuang dalam UU Pemilu pada Pasal 454 ayat (7) yang menyebutkan temuan dan laporan pelanggaran pemilu sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) yang telah dikaji dan terbukti kebenarannya wajib ditindaklanjuti oleh Bawaslu Provinsi hingga tingkat pengawas TPS paling lama 7 (tujuh) hari setelah temuan dan laporan diterima dan diregistrasi.
Berikutnya soal tidak adanya limitasi waktu penanganan pelanggaran. Koordinator Divisi Hukum, Humas, Data dan Informasi ini memandang UU pilkada dan pemilu hanya mengatur mengenai objek, subyek, dan tahapan penanganan penyelesaian sengketa proses pemilihan dan pemilu. Namun tidak mengatur batas sampai kapan proses pelanggaran administrasi dapat diajukan di Bawaslu.
Soal limitasi waktu penanganan pelanggaran, Dosen di STHI Jentera ini mencotohkan kasus yang terjadi di wilayah Kalimantan Barat. Saat itu kata dia, ada kasus yang telah memperoleh putusan pelanggaran administrasi yang terjadi pada tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Diantara putusan-putusan tersebut ada yang cukup menimbulkan polemik hukum, karena proses penyelesaian pelanggaran administrasinya masih berlangsung setelah tahapan sehingga dinilai oleh beberapa pihak overlap dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jadi kasus ini begitu menyita perhatian. Oleh karenanya butuh perbaikan pasal terkait kewenangan Bawaslu untuk menghadapi pemilu 2024,” tegasnya.
Sumber: Humas Bawaslu RI